Mayoritas masyarakat islam jaman dulu islamnya tidak murni kebanyakan ajarannya masih tercampur dengan ajaran hindu, budha dan itu juga terjadi dimasyarakat islam wuled dan karangjati islamnya masih bercampur ilmu ruh, masyarakat percaya bahwa orang yang meninggal itu setiap malam jum’at mesti kembali kerumah, maka setiap malam jum’at harus dikasih sajen diletakkan dikolong tempat tidur. Secangkir teh atau kopi,kembang telon dan rokok kalau yang meninggal laki-laki kalau yang meninggal perempuan dikasih kinang, selain itu masyarakat islam di wuled dan karangjati lebih senang membaca layang manakib dibanding dengan membaca Al-Qur’an. Dan masih banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam diantaranya orang yang hamil 7 bulan dibuatkan selamatan (tinggepan), dan para petani kalau mau panenan disetiap pojok sawah dikasih sajen dan masih banyak lagi hal-hal yang menyimpang.
Dengan adanya
hal-hal yang demikian lalu tersirat dibenak H. Dahlan semuanya itu kayak tidak
masuk akal sehingga timbul difikiran beliau untuk meluruskan ajaran islam yang
murni dan tidak tercampuri oleh ajaran hindu, budha dan bisa diterima akal sehat.
Berdirinya
Muhammadiyah Wuled pertama kali diprakarsai oleh Bpk. H. Dahlan, beliau adalah
asli orang dukuh karangjati kemudian beliau menikah dengan gadis dari desa
wuled anak seorang kepala desa wuled yaitu Bpk. Syayidi yang bernama Warda’i,
dari perkawinan tersebut H. Dahlan dikarunia tiga orang anak yaitu :
1. Indun
2. Kuning
3. Sundari
H. Dahlan
bekerja sebagai seorang pedagang kerbau, dalam perdagangan kerbau tersebut
beliau mempunyai teman yang berasal dari Ambokembang yang bernama H. Amsor
Disamping
sebagai seorang pedagang kerbau H. Amsor juga seorang kyai dan Pengurus
Muhammadiyah Pekajangan dan Ambokembang, beliau juga biasa bertabligh ke kesesi
dan kajen.
Karena kedekatan
antara H. Amsor dengan H. Dahlan akhirnya beliau terpengaruh dan timbul dalam
hatinya ingin sekali untuk mengadakan pengajian Muhammadiyah didesanya, karena
tekadnya sudah bulat dan keinginannya untuk mengadakan pengajian Muhammadiyah
didesanya, dengan keberanian beliau kemudian mengajak saudara-saudaranya di
karangjati dan mengajak saudara-saudaranya dari pihak istrinya yang di wuled,
dan kebetulan juga H. Dahlan punya kakak kandung yang bernama Ibu Siwar dan
adik kandung yang bernama H. Muhtar yang berada di wuled dan kebetulan mereka
mendukung keinginan H. Dahlan, apalagi ayah mertua H. Dahlan yaitu Bpk. Syayidi
adalah seorang kepala desa wuled yang punya pengaruh kuat didesa wuled juga
mendukung beliau.
Kalau tidak ada
dukungan dari ayah mertuanya yang seorang kepala desa mungkin H. Dahlan akan
kesulitan mengadakan Pengajian Muhammadiyah, karena pada waktu itu orang –
orang sama sekali masih rendah sekali pengetahuan agamanya dan mayoritas tidak
berpendidikan.
Dengan izin dari
ayah mertuanya H. Dahlan berjalan – jalan kerumah-rumah saudara-saudaranya yang
terdekat yang berada di wuled dan karangjati, baik saudaranya yang ada diwuled
dan karangjati yang didatangi H. Dahlan setuju untuk berkumpul dirumah beliau
yaitu yang sekarang menjadi rumah ibu Zakiyah, diantara saudara-saudaranya yang
datang yang dari wuled adalah :
1. H.
Muhtar adik kandung H. Dahlan
2. Drahim kakak ipar H. Dahlan
3. Karngat adik ipar H. Dahlan
4. Siwir pakde H. Dahlan
5. Karim
6. Said
7. Rasiwan
8. Shomad
9. Ratib Asari
10. Syayidi ayah mertua H. Dahlan dan Kepala Desa
Wuled
Kemudian
saudara-saudaranya dari karangjati adalah :
1. H. Irfan
2. Johari
3. Wasi’in
4. Karijan
5. Wongso
6. H. Dahlan
Dari
hasil pertemuan tersebut diputuskan untuk mengadakan pertemuan satu minggu
sekali yaitu setiap malam rabo.
Pengajian
pertama bertepatan pada malam balik kloso dari pengantin Wasi’in bin H. Irfan
dengan Jarot binti binti Sarda’i adik ipar H. Dahlan, karena istri Sarda’i
adalah adik kandung dari H. Dahlan yang bernama Ruminah yang biasa dipanggil
Rumi.
Pengajian
pertama yang menjadi tonggak sejarah awal berdirinya Muhammadiyah di Wuled yang
bersamaan dengan malam balik kloso Wasi’in dengan Jarot terjadi pada malam rabo
tanggal 14 Dzul Hijjah 1352 H. Bertepatan dengan tahun 1932 M.
Pengajian
pertama dihadiri oleh saudara-saudaranya yang telah didatangi oleh H. Dahlan
kerumah-rumah sebanyak 16 orang, berikut nama-nama dari 16 orang tersebut dan
kami sampaikan pula sampai keturunannya sampai sekarang :

















Karena pengajian
pertama terjadi bertepatan dengan malam balik kloso pengantin Wasi’in dan
Jarot, H. Dahlan menunggui sampai acara tersebut selesai dan langsung mengajak
wasi’in untuk ikut berkumpul dirumah beliau, H. Dahlan bilang in kamu harus
ikut karena kata H. Amsor, pertemuan atau pengajian harus ditulis jadi kamu
harus berangkat.
Pada waktu itu
dari 16 orang yang hadir hanya Wasi’in lah satu-satunya orang yang bisa menulis
dan yang lainnya buta huruf latin, jadi sebagai yang termuda dan bisa menulis
dan diajak oleh pakdenya walau dalam suasana masih pengantin baru wasi’in ikut
dalam pembukaan pengajian tersebut.
Setelah pengajian
dilaksanakan sebanyak sepuluh kali lalu dimusyawarahkan yang ikut pengajian
supaya membawa uang iuran sebanyak satu ketip setiap mengikuti pengajian.
Uang satu ketip
pada waktu kalau dibelikan beras dapat satu beruk, yang memegang uang /
bendahara Karngat dan sebagai juru tulis / sekretaris Wasi’in begitu terus
berjalan kira-kira sampai dua tahun.
Pengajian tidak
hanya ditempatkan dirumah H. Dahlan terus akan tetapi bergilir kadang-kadang
dirumah Syayidi sebagai kepala desa dan sekaligus sebagai mertuanya, dan juga
ditempatkan dirumah isteri kedua syayidi yaitu ditempat Marti’ah yang sekarang
menjadi rumah Masitah Rajuki, pengajian tidak hanya dilakukan di wuled akan
tetapi juga bergilir ke karangjati yaitu dirumah Wongso yang sekarang menjadi
rumah Munajah Palal dan dirumah Karijan yang sekarang menjadi rumah Suhanah
Nasution.
Setelah pengajian
berjalan dua tahun baru H. Dahlan mengadakan / mendirikan sekolahan yang dibuat
disamping rumahnya sendiri bangunannya terbuat dari bambu dan atapnya welit
dibuat sendiri, dan muridnya yang pertama ada 15 orang diantaranya yaitu :
01. Rahmat 06. Kasrin 11. Warti’ah
02. Dalim 07. Tahuri Sarda’i 12. Markiyah
03. Ba’i 08. Subari H. Irfan 13. Jaemah
04. Darso 09. Indun H. Dahlan 14. Mu’ah
05. Jamsari 10. Rumi 15. Jarot
Sebagai
guru yang mengajar dari pekajangan yaitu Bapak Jamsari, guru digajih oleh
Muhammadiyah sebulan satu ringgit, satu ringgit itu sama dengan dua puluh lima
ketip selain digajih dengan uang gurunya setiap hari dikasih nyamian berupa
singkong bakar dan teh manis.
Pengajian
berjalan terus sampai beberapa tahun sekitar 4 tahun, setelah dipandang perlu
untuk mendirikan masjid maka pada tahun 1936 didirikanlah sebuah masjid dengan
tanah wakaf dari Bapak H. Mawardi dan anak-anak yang sekolah disuruh untuk
mengambil pasir dari sungai karangjati.
Setelah
masjid dibangun dan orang-orang yang ikut dalam pengajian mulai bertambah,
akhirnya sekolahan pun dipindah yang tadinya disebelah rumah H. Dahlan
sekolahan dibangun disebelah utara masjid dengan tanah wakaf dari Bapak Syayidi
sementara sekolahan yang disebelah selatan tanahnya dari beli, dengan
dibangunnya sekolahan akhirnya murid-muridnya pun bertambah banyak.
H.
Dahlan ialah pendiri Muhammadiyah di wuled dan karangjati, sekaligus juga
beliau menjadi ketua sejak tahun 1932 – 1954. Ditahun 1938 isteri H. Dahlan
yaitu Ibu Warda’i meninggal dunia kemudian beliau menikah kembali dengan Ibu
Sumi’ah dari perkawinan beliau yang kedua dikarunia tiga orang anak yaitu :
1. Luwiyah
2. Basari
3. Sadeli
Dan
akhirnya H. Dahlan tutup usia pada tahun 1955
Setelah
sepeninggal H. Dahlan lalu semua pengurus bermufakat sebagai pengganti beliau
adalah H. Adam, tapi H. Adam menjabat ketua hanya sebentar karena dalam bekerja
tidak sesuai yang diharapkan setelah itu yang menggantikan ketua adalah Subari
H. Irfan sampai tiga periode, lalu diganti sementara oleh Suhari tapi Suhari
juga menjabat ketua tidak lama karena adanya masalah kemudian jabatan ketua
dikembalikan lagi ke Subari setelah itu jabatan ketua dijabat oleh Supardi
Thoyib.
apakah benar..bahwa dulu di masjid wuled itu ada beduknya..?
ReplyDelete